Lima tahun sebelum kedatangan Islam para pemuka Quraisy
memutuskan untuk melakukan renovasi atau lebih tepatnya membangun kembali
bangunan ka'bah.
Merupakan sebuah kehormatan bagi mereka kabilah Quraisy bisa
berkecimpung dalam pembangunan Ka'bah. Oleh karena itu mulailah dari mereka
membagi tugas dalam pelaksanaannya. Pada bagian pintu Ka'bah menjadi tanggung
jawab bani Abdi Manaf dan bani Zuhrah, untuk bagian antara Ruknul aswad dan
Ruknul yamani menjadi tanggung jawab bani Makhzum dan beberapa kabilah kecil
Quraisy, untuk bani Jumah dan Sahm mendapatkan dibagian atap ka'bah, sedangkan
untuk bagian antara Hijir Isma'il menjadi alih tangan bani Abdud Dar bin Qusay
dan bani Asad bin Al Izzy bin Qusay bersama dengan bani 'Adiy bin Ka'ab bin
Luay.
Setelah segala sesuatu sudah dipersiapkan untuk pembangunan
dari perabotan hingga penghancuran sisa-sisa ka'bah yang rusak, mulailah mereka
melakukan pembangunan kembali Ka'bah. Pada
saat proses pembangunan sedang berlansung, sampailah pada Rukn tempat
diletakkannya Hajar Aswad, proses pembangun terhenti karena terjadi
perselisihan antara mereka akan siapa yang pantas mengangkat Hajar Aswad dan
meletakkan pada posisi semula ?.
Semua kabilah menginginkan kemulian mengangkat Hajar Aswad
ini, tanpa ada dari satu kabilah pun yang mau mengalah demi mendapatkan
kehormatan ini. Perkara Hajar Aswad kini sudah mencapai saat-saat genting yang
tidak memiliki solusi lagi bahkan ada beberapa kabilah yang sudah mengumumkan
perang saudara. Tidak mau kalah bani Abdud dar pun melakukan sumpah setia yang
rela mati dalam memperebutkan posisi tersebut dengan memasukkan tangan kedalam
bejana yang penuh dengan darah, itu semua terjadi tidak lain hanya demi ingin
memperoleh kehormatan dalam meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya semula.
Masa dead-lock berjalan hingga empat sampai lima hari tanpa
menemukan titik terang yang di setujui semua kabilah. Berkumpullah para pemuka
Quraisy melakukan musyarawah besar membahas masalah yang sangat pelik tersebut,
tersebutlah seorang yang bernama Abu Umayyah bin Al mughirah yang pada saat itu
paling tua diantara para pembesar Quraisy (ada yang meriwayatkan bernama
Mahsyam bin Almughirah yang di beri kun-yah Abu Huzaifah), Abu Umayyah mencoba
memberi solusi :
"wahai para Quraisy, serahkanlah keputusan peletakan Hajar Aswad itu pada orang yang pertama sekali memasuki pintu ini (seraya menunjuk kepintu Shafar)."
Semua yang hadir pada musyawarah tersebut menyetujui akan
keputusan Abu Umayyah, dan mereka mulai menunggu siapa yang pertama masuk akan
pintu tersebut.
Wal hasil, siapakah orang tersebut..?
Orang pertama yang memasuki pintu tersebut beliau adalah
baginda nabi Muhammad Saw., ketika mereka melihat ada yang memasukinya sontak
semua berteriak :
"ini dia Al Amin yang terpercaya, kami ridha atas segala keputusannya."
Mereka menceritakan akan segala perihal yang terjadi sehingga melihat Nabi Muhammad memasuki pintu Shafar dan menjadikannya orang yang akan meletakkan Hajar Aswad.
"ini dia Al Amin yang terpercaya, kami ridha atas segala keputusannya."
Mereka menceritakan akan segala perihal yang terjadi sehingga melihat Nabi Muhammad memasuki pintu Shafar dan menjadikannya orang yang akan meletakkan Hajar Aswad.
Rasulullah saw berkata : "bawakanlah kepadaku
sepotong kain".
Kemudian beliau mengambil Hajar Aswad dengan Tangan mulianya
dan meletakkan ditengah kain tersebut dan berkata :
"hendaklah bagi setiap pemimpin kabilah memegang di sudut kain, dan angkatlah bersama-sama...!".
Hajar Aswad sudah berada diatas kain, kemudian diambil oleh
Rasulullah dan meletakkannya pada Ruknul Aswad tempatnya semula, kemudian para
kaum Quraisy kembali melanjutkan pembangunan Ka'bah yang sempat terhenti.
Sebelum kita melangkah terlalu jauh dalam mensifatkan tentang
Nabi kita Muhammad Saw kita harus menyakini dulu bahwa beliau di utus oleh
Allah Swt sebagai pemberi kabar gembira bagi seluruh umat manusia dan pemberi
peringatan akan azab yang sangat pedih nantinya di Akhirat bagi mereka yang
tidak beriman.
Tidak dapat diragukan lagi akan terpilihnya Nabi Muhammad Saw
sebagai Rasulullah sangat cocok dengan pribadi beliau yang cerdas, memiliki
kedudukan yang tinggi dan berbagai kelebihan lainnya, sehingga beliau mampu
dalam mengatasi setiap permasalahan yang akan menimpa beliau dan kaum-nya
Shallahu 'alaihi wasallam.
Sikap bijak Rasulullah Saw dalam menyelesaikan perselisihan
yang timbul ketika peletakan Hajar Aswad menjadi salah satu bukti kebijaksanaan
dan kecerdesan beliau yang penuh hikmah, dimana pada saat itu Rasulullah Saw
mampu menghidupkan budaya cinta perdamaian dan membumi hanguskan akidah
pertumpahan darah yang telah mengalir disetiap pembuluh darah bangsa Arab saat
itu, hanya dengan menggunakan tindakan yang sangat sederhana yang jarang
terpikir oleh orang banyak.
Dari Rihlah kita bersama Rasulullah Saw tadi kita bisa
menanamkan pada diri kita akar yang kuat kesetiap centi dari titik hati kita
bahwa Rasulullah Saw Rahmatan lil'alamin rahmat bagi sekalian alam,
walaupun sebelum beliau di utus untuk menyampaikan Risalah kerasulan.
Beliau selalu memiliki misi dalam mengglobalkan perdamaian, membudayakan
keadilan dan menghidupkan pundi-pundi cinta akan sesame makhluk.
Tidak ada pujian yang bisa di jangkau oleh lisan kita yang sampai
pada derajat kemulian Rasulullah kecuali apa ang Allah firmankan dalam Alqur’an
“wa innaka la ‘ala khuluqin adhim”, beliau adalah sang pemimpin pemberi
petunjuk kepada kebaikan, sang penyelamat dari kegelepan mata dan hati.
Waallahu 'alam.[1]