Menangkap Puzzle Lintasan Pikiran

Suatu hari dibulan maret aku berjalan jalan di salah satu kota di kairo, tepatnya kota abbasiyah, kuperhatikan di setiap sudut, aku melihat eskpresi dan aura wajah setiap yang aku lewati, sebagian mereka beraura manis dan bahagia, sebgaiannya lagi beraura pahit dan sedih, dan sedikit dari mereka yang berekspresi datar. Oleh karena demikian muncul lah kepingan puzzle melayang terlintas di pikranku, sehingga ingin aku tanyai setiap orang yang aku lewati.

Kulewati seorang pedagang kutanyakan padanya: bagaimana keadaan daganganmu, dia menjawab, keadaannya seperti siput dalam pacuan kuda. Kenapa engkau berkata demikian, apa yang engkau harap dari sebuah bisnis yang ruginya lebih banyak ketimbang untung, aku menjual barang-barang, sedangkan pemerintah menaikkan harga sesuka dia, pembelinya masyarakat, mereka umpama siput yang mengangkut beban berat diatasnya dengan tanpa kuasa melepasnya.

Kulewati kantor polisi, aku melihat mereka tersenyum sumringah dengan senyuman singa betina, menampakkan taringnya akan tetapi tanpa kuasa, aku berucap, bolehkah aku masuk, mereka menjawab tidak, aku terkejut dengan jawaban mereka, kemuadian mereka berkata, kamu ingin masuk penjara ya, kini aku di buat tercengang, kemudian aku berkata, aku tidak melihat adanya penjara disini, mereka berkata, tidakkah kamu melihat kalau polisi itu terkekang di dalam jari-jari pemerintah, menyuruh kami apa yang mereka suka dan memerintah apa yang mereka senangi, mereka mununtun penangkapan yang mereka anggap salah, dan menuntun kebebasan bagi mereka yang di anggap benar.

Kulewati kantor polisi menuju ke masjid Nur Abbasiyah, kini aku terheran dengan jamaah yang membludak di sekelilingnya. Aku mengira mereka para jamah shalat yang baru saja di laksanakan, ternyata tidak, perkiraanku meleset, rupanya mereka para pengunjuk rasa menuntut ke-adilan, aku bertanya pada salah satu peminpin dari mreka, tidakkah engkau takut di jebloskan kedalam penjara,  dia menjawab dengan  perkataan Syekh Ibnu Taimiyah “ apa yang bisa di perbuat oleh musuhku terhadapku, kalau mereka memenjarakanku maka penjara adalah tempat ibadah bagiku, membunuhku, maka aku mati syahid ” jadi apa yang harus aku takuti kalau aku berada di jalan yang benar.

Aku pergi meninggalkan mereka meninggalkan hiruk pikuk kebingungan, yang tersisa pertanyaan di benakku, dimanakah letak permasalahan utamanya ?. aku mengira kalau permasalahan utamanya terletak pada pihak pemerintah, aku mencoba untuk mendatangi pemerintah, sungguh hal yang tidak terduga, mereka mengeluh tentang kezaliman yang di lakukan masyarakat, aku bertanya, bagaimana bisa demikian, mereka menjawab, masyarakat  melakukan apa yang tidak kami sukai, mencaci maki kami. Aku bertanya bagaimana bisa demikian, bukankah mereka menuntut hak mereka, meminta keadilan dari pemerintah. Tidak… tidak demikian yang terjadi, hak mereka ada di tangan mereka, akan tetapi mereka tidak bersyukur, tidak berpuas diri, mereka terlalu tamak. Mereka menganggap diri mereka paling suci, paling mencintai Negara, akan tetapi dalam perbuatan mereka menghancurkan tanah air mereka, bahkan lebih buruk, yaitu menjual tanah air dengan dalih agama.

Kini aku kembali ke rumah, di dalam pikiranku tercecer puzzle yang harus segera di susun, salah satunya memberiku jawaban bahwa manusia itu antar sesama saling menyengat. Aku kembali teringat dengan perkataan ular, kami menyengat dan menggigit makhluk selain jenis kami, sedangkan manusia menggigit dan menyengat kaumnya sendiri. Kemudian aku melihat perilaku singa yang tidak pernah memangsa hewan lain kecuali sekedar untuk bertahan hidup. Aku mencari dan melihat bahwa tidak ada binatang pemangsa yang tamak kecuali manusia yang bahkan memangsa saudaranya sendiri.

Puzzle selanjutnya yang harus aku selesaikan ialah berkata kepada penghuni tanah air “ kalian wahai penghuni tanah air, kalian para masyarakat lebih mencintai binatang ternak dibandingkan suadara kalian, mencaci pemerintah lebih buruk dari penghinaanmu terhadap ternak yang terkena tha’un. Kalian wahai pemerintah, lebih mencintai orang asing di bandingkan keluargamu sendiri, engkau berlaku zalim kepada mereka lebih sadis daripada kepada hewan sembelihanmu. Dan esensi yang di dapat ialah kalian saling membenci, saling mencaci. Kenapa kita tidak saling bermuhasabah, kalian masyarakat berdoa dan memperbaiki diri supaya muncul dari kalian seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Engkau wahai pemerintah kenapa tidak berlaku adil, tidak kah engkau takut akan hari pembalasan atas ketidak-adilanmu. Tidaklah engkau ingat kalau tanah air ini berkah karena baiknya perawatan nenek moyang kita, kenapa harus kita rusak dengan tangan kotor kita, cucilah tanganmu dan bermuhasabahlah.

Hikmah, Puzzle, Puzzle Game, Puzzle Games, Puzzle Block, Jigsaw Puzzle, Puzzle Zigzag, Puzzle Word, Puzzle Bobble, Puzzle Online, Puzzle Pets,
Google image

  

Share this

Related Posts

Latest
Previous
Next Post »

2 komentar

Write komentar
May 2, 2018 at 6:03 PM delete

Cerita yang luar biasah Tgk. Mul. Datar, tp menyentuh di jiwa

Reply
avatar