Google Image |
Pada suatu hari Sayyidina Ali r.a. melakukan safar dengan pulang membawa beberapa harta benda (nganimah) dan menyerahkan kepada istrinya Sayyidatina Fatimah. Sayyidah Fatimah membeli dengan harta ghanimah tersebut beberapa gelang dari perak dan memakainya serta sepotong kain dan menggantungkannya sebagai sitar (gorden) diatas pintunya.
Ketika Rasulullah Saw kembali dari
safar, seperti biasanya Beliau lansung menjumpai putrinya Sayyidatina Fatimah,
bergegas lah Fatimah menyambut kedatangan ayahandanya dengan suka cita penuh
kerinduan. Rasulullah melihat kepada Fatimah dan menemukan ditangannya
gelang-gelang dari perak, dan sepotong kain tergantung sebagai sitar diatas
pintunya, ketika itu Rasulullah tidak berucap apa-apa hanya berdiam saja.
Ketika Rasulullah Saw beranjak pergi
dari rumah Fatimah, Fatimah merasa sedih dan menangis seraya berkata :
"Rasulullah tidak pernah
bersikap seperti ini sebelumnya kepadaku... !"
Sayyidatina Fatimah melepaskan
gelang-gelang dari perak ditangannya dan mencopot sitar yang ada di atas
pintunya, kemudian memanggil anaknya Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husen serta
memberikan kepada salah satu dari mereka gelang dan pada yang lain kain,
kemudian meyuruh mendatangi kakek Mereka mengirimkan salam dari ibunya Sayyidah
Fatimah dan menyerahkan gelang serta kain tersebut, dan mengatakan : "kami
tidak akan melakukan hal ini lagi ".
Sayyidina Hasan dan Husen mendatangi
Rasulullah dengan membawa gelang dan kain sitar dari ibunda mereka Sayyidah Fatimah,
Rasulullah mencium kedua cucunya tersebut dan mendudukkan mereka di pangkuan
beliau. Kemudian menyuruh tukang tempah perak untuk menhancurkan gelang
tersebut dan menjadikannya potongan-potongan perak dan memanggil para Ahli Suffah[1]
untuk dibagikan kepada mereka potongan perak tadi. Kemudian memanggil seorang
yang tidak memiliki pakain sama sekali dan mengukur sesuai ukuran orang
tersebut untuk di jadikan pakaian yang menutupi auratnya.
Kemudian Rasulullah memerintahkan
kepada para jama'ah wanita jika mereka dalam Shalat agar tidak mendahulukan
jama'ah laki-laki untuk bangun dari sujud ataupun ruku’, karena minimnya kain
penutup aurat laki-laki. Sehingga jadilah sunnah mutawatirah akan
ketidakbolehan bagi wanita mendahului laki-laki dalam mengangkat kepala ketika
ruku’ dan sujud.
Rasulullah bersabda : "rahimallah
Fatimah, semoga Allah menggantikan sitar ini dengan sitar surga, dan memakaikan
nya perhiasan dari perhiasan surga."
Kalau kita melihat kisah ini hanya
dengan menggunakan mata telanjang dan segumpal isi dalam tempurung kepala kita,
maka kita akan mengatakan begini : "bukankah setiap orang memiliki hak
kebebasan dalam membelanjakan setiap harta yang dia miliki sesuai dengan keinginan
dia...? Adapun yang dilakukan Sayyidatina Fatimah tidaklah salah karena itu di
bolehkan oleh syariat, dan juga sangat diterima oleh akal sehat.”
Bukan Sayyidatina Fatimah namanya
jika harus berbuat sebuah kesalahan, walau beliau tidaklah makshum. Akan
tetapi apa yang beliau lakukan, seperti membeli sepotong kain sebagai gorden,
dan beberapa gelang dari perak karena itu adalah hal yang sangat biasa. Yang
jadi pertanyaannya adalah kenapa Rasulullah tidak menyetujui atas apa yang di
lakukan putrinya Fatimah r.a...?
Jawabannya diketahui oleh Sayyidatina
Fatimah dengan mengirim gelang dan kain sitar kepada Rasulullah untuk di
infakkan kepada yang membutuhkannya.
Dari kisah tadi kita bisa mengambil
sebuah kesimpulan bahwa tidaklah dilarang bagi seseorang untuk membeli
perhiasan bagi dirinya dan sesuatu yang bermamfaat lainnya. Akan tetapi dengan
sikap dan tindakan beliau mengajarkan kita agar tidak melupakan mereka-mereka
yang miskin disekitar kita, para fakir yang bahkan untuk makan saja susah
apalagi membeli perhiasan.
Berikutnya jika kita lihat dari
pandangan yang lebih mendalam, kita bisa menemukan hikmah lain, yang mana
pelajaran ini di tujukan lebih khusus kepada mereka yang mengemban amanah
sebagai Khalifah Allah dalam menyampaikan segala bentuk Risalah ilahi,
dan berbagai kepentingan Agama. Kenapa bisa dikhususkan demikian..?
"Karena mereka adalah pemuka dan pemimpin umat Islam."
Seorang pemimpin atau penghulu yang
melihat kepada masyarakatnya dengan mata qudwah dan uswah, mereka
akan rela berkorban melebihi dari orang lain, rela hidup sederhana demi
kemakmuran masyarkat madani yang di pimpinnya.
Begitulah yang di ajarkan kepada kita
oleh sosok pemimpin tangguh, tulen dan efektif baginda Nabi Muhammad Shallahu
'alaihi wasallam tidak ridha ketika melihat putrinya menggantung sepotong kain
gorden diatas pintunya dan memakai gelang dari perak ditangan untuk menghias
diri di depan suaminya sedangkan para umatnya hidup dalam keadaan fakir bahkan
pakaian untuk menutup aurat saja tidak memiliki.
Perjalan kita tadi bersama Rasulullah
Shallahu 'alaihi wasallam sangatlah menyentuh dan mengajarkan kepada
kita bagaimana seharusnya seorang pemimpin yang adil menjalani kehidupannya, seorang
yang hidup dermawan terhadap hartanya, seorang yang punya kedudukan dalam
masyarakat terhadap orang sekitar, bahwa bagi mereka agar tidak memikirkan
kebutuhan pribadi dibandingkan kebutuhan masyarakat pada umumnya , bagi dia
harus saling bahu-membahu, bantu-membantu dalam mewujudkan masyarakat yang
makmur dan tentram.
Karena dengan segala sifat qudwah
dan uswah hasanah lah derajat manusia akan tinggi. Waallahu'alam.[2]
EmoticonEmoticon