Google image |
Aku bergegas hendak kembali ke asrama setelah mengisi
perutku, tiba-tiba ustaz arief menyapaku:
"alif...!" seraya
menyodorkan selember kertas tertulis didalamnya formulir pendaftaran ke Universitas Al Azhar kairo.
Aku berpikir sejenak kemudian aku berkata :
"kapan terkhir pendaftarannya ustaz..?"
"hari ini jawabnya, ganti baju sana kita ke ldc sekarang." Tanpa banyak bicara aku lansung memakai pakaian terbaik ku.
Sesaat sebelum berangkat aku sempat bertanya pada ustaz arief perihal
berapa biaya pendaftaran, saat dikatakan 250 ribu, sontak hatiku jadi
kecut.
Ketika ustaz arief melihat aku diam, dia tau kalau aku tidak memiliki
uang yang cukup.
" kamu memiliki uang berapa alief..?" tanya beliau.
"50 ribu" jawabku.
"Sudahlah jangan dipikirkan ayok kita berangkat...! Ntar sisanya biar
ustaz yang tanggung."
Aku melompat kegirangan menaiki motornya, dia hanya senyum melihat
tingkah ku demikian.
Sesampai di ldc iain aku melihat disana sudah menunggu dua orang akhwat,
yang membuatku tambah heran akhwat tersebut menyapa ustaz Arief seolah
adik dan kakak.
Ustaz arief menjawab kebingunganku dengan memperkenalkan mereka padaku :
"alief, ini tata, dan kawannya rini, mereka mau daftar ke Al Azhar
juga."
Aku cuma mengiyakan setiap kata ustaz arief, segan rasanya jika harus
benyak berbicara.
Beliau adalah salah satu lulusan al azhar dengan
predikat jayyid di Kuliah Syariah Walqanun ditambah lagi seorang ustaz
penegak disiplin di pesantren tempat aku menimba ilmu.
Singkat cerita tibalah dimana kami harus mengikuti ujian masuk
ke Universutas Al Azhar yang saat itu di adakan oleh Depag.
Kami berkumpul di rumah seorang ustaz yang kemudian hari aku kenal
dengan sebutan broker.
Kami di bawa beliau mengikuti ujian ke IAIN Medan karena saat itu
dikotaku tidak di adakan testing.
Pada malam keberangkatan nyali ku sempat ciut melihat wajah para peserta
yang akan ikut testing tersebut layaknya seorang ustaz dan ustazah.
Aku mencoba mengirim pesan singkat ke ustaz arief, dalam hatiku ada
semangat dari beliau yang menbuat nyaliku kembali menjadi kuat.
Beberapa detik kemudian hand phone ku berbunyi, aku melihat sebuah pesan
tertulis
" Nak alief...! ( dalam hati aku berujar sejak kapan aku jadi
anak dia...? Hahahaha, yang pasti aku anak muridnya
)
Alief jangan kalah gertak dulu dengan melihat pakaian dan gaya mereka,
sekarang kemampuan ada ngak...?"
Serasa aku tersetrum dengan kabel listrik semangat, berniat membuktikan
bahwa alumni Pesantren Nurul Mujahidin bisa bersaing tingkat nasional
memperebutkan kursi di Universitas Al Azhar ( walau sampe ke kairo aku
melihat di azhar gak perlu berebutan kursi karena jarang mahasiswa hadir ke
kuliah, sebagian mereka malas gak seperti aku yang termasuk rajin
kuliah. Wkwkwkwjw).
INTERVAL ( kalau dalam film india saatnya ke inti cerita ).
Tibalah
saat nya ujian tulis, aku dan dua sahabat ku se almamater mendapat
nomor ujian berurutan, ya maklum mereka daftar beberapa jam setelah
melihat aku mendaftar.
ah lupakan mereka...
Yang ingin aku ceritain saat ini adalah akhwat yang duduk disamping
kiriku, ingin sekali aku buat sebuah sya'ir arab persembahan buat dia, merayunya
agar jadi pendampingku.
Hari itu kalau gak salah dia memakai jilbab warna pink.
"sesaat
kuperhatikan... Bumi berhenti berputar, Orang-orang sekitar menjadi
patung, hanya aku dan dia yang masih berwujud manusia... Mirip seperti
dalam film bukan...?"
"Alief...! Ni lembaran soalnya di opor ke kawan-kawan samping ". Suara
dia membuyarkan lamunanku aku.
"Ii....ya" jawab ku gugup.Melihat aku demikian dia hanya tersenyum.
Ternyata dia adalah tata saudara-saudara, akhwat yang dikenalin oleh ustaz
arief.
Moment yang paling indah aku rasakan saat cinta pertama mengoyangkan
hati ku ialah melihat dia berdo'a sebelum menjawab setiap soal di depan
dia. Dalam hati aku berkata : " inilah wanita shalehah...? Inilah bidadari
tanpa sayap...? Haruskah aku menculiknya agar dia tidak kembali lagi
kekahyangan dan tinggal bersamaku...?"
Aku gak tau harus berkata apa atas kugalauan hatiku saat ini, dia
selalu menari-nari dalam pikiran ku sejak hari itu.
Tibalah hari dimana aku dapatkan nomor handphone dia.
Selalu kulayangkan pesan singkat, sms demi sms ku layangkan akhirnya
kami jadi kawan dekat, kawan sharing, walau dalam hati aku sangat
mencintai dia.
Tapi apa boleh dikata cinta tidak boleh dipakasakan, aku
mau menuntut ilmu, dia juga demikian, jadi aku harus sabar hingga masa
dimana setiap cita-cita kami sudah tercapai. Kemudian mendatangi dan
mengajak menjadi permaisuri di istana yang akan kami bangun bersama.
EmoticonEmoticon