Menangkap Puzzle Lintasan Pikiran

Suatu hari dibulan maret aku berjalan jalan di salah satu kota di kairo, tepatnya kota abbasiyah, kuperhatikan di setiap sudut, aku melihat eskpresi dan aura wajah setiap yang aku lewati, sebagian mereka beraura manis dan bahagia, sebgaiannya lagi beraura pahit dan sedih, dan sedikit dari mereka yang berekspresi datar. Oleh karena demikian muncul lah kepingan puzzle melayang terlintas di pikranku, sehingga ingin aku tanyai setiap orang yang aku lewati.

Kulewati seorang pedagang kutanyakan padanya: bagaimana keadaan daganganmu, dia menjawab, keadaannya seperti siput dalam pacuan kuda. Kenapa engkau berkata demikian, apa yang engkau harap dari sebuah bisnis yang ruginya lebih banyak ketimbang untung, aku menjual barang-barang, sedangkan pemerintah menaikkan harga sesuka dia, pembelinya masyarakat, mereka umpama siput yang mengangkut beban berat diatasnya dengan tanpa kuasa melepasnya.

Kulewati kantor polisi, aku melihat mereka tersenyum sumringah dengan senyuman singa betina, menampakkan taringnya akan tetapi tanpa kuasa, aku berucap, bolehkah aku masuk, mereka menjawab tidak, aku terkejut dengan jawaban mereka, kemuadian mereka berkata, kamu ingin masuk penjara ya, kini aku di buat tercengang, kemudian aku berkata, aku tidak melihat adanya penjara disini, mereka berkata, tidakkah kamu melihat kalau polisi itu terkekang di dalam jari-jari pemerintah, menyuruh kami apa yang mereka suka dan memerintah apa yang mereka senangi, mereka mununtun penangkapan yang mereka anggap salah, dan menuntun kebebasan bagi mereka yang di anggap benar.

Kulewati kantor polisi menuju ke masjid Nur Abbasiyah, kini aku terheran dengan jamaah yang membludak di sekelilingnya. Aku mengira mereka para jamah shalat yang baru saja di laksanakan, ternyata tidak, perkiraanku meleset, rupanya mereka para pengunjuk rasa menuntut ke-adilan, aku bertanya pada salah satu peminpin dari mreka, tidakkah engkau takut di jebloskan kedalam penjara,  dia menjawab dengan  perkataan Syekh Ibnu Taimiyah “ apa yang bisa di perbuat oleh musuhku terhadapku, kalau mereka memenjarakanku maka penjara adalah tempat ibadah bagiku, membunuhku, maka aku mati syahid ” jadi apa yang harus aku takuti kalau aku berada di jalan yang benar.

Aku pergi meninggalkan mereka meninggalkan hiruk pikuk kebingungan, yang tersisa pertanyaan di benakku, dimanakah letak permasalahan utamanya ?. aku mengira kalau permasalahan utamanya terletak pada pihak pemerintah, aku mencoba untuk mendatangi pemerintah, sungguh hal yang tidak terduga, mereka mengeluh tentang kezaliman yang di lakukan masyarakat, aku bertanya, bagaimana bisa demikian, mereka menjawab, masyarakat  melakukan apa yang tidak kami sukai, mencaci maki kami. Aku bertanya bagaimana bisa demikian, bukankah mereka menuntut hak mereka, meminta keadilan dari pemerintah. Tidak… tidak demikian yang terjadi, hak mereka ada di tangan mereka, akan tetapi mereka tidak bersyukur, tidak berpuas diri, mereka terlalu tamak. Mereka menganggap diri mereka paling suci, paling mencintai Negara, akan tetapi dalam perbuatan mereka menghancurkan tanah air mereka, bahkan lebih buruk, yaitu menjual tanah air dengan dalih agama.

Kini aku kembali ke rumah, di dalam pikiranku tercecer puzzle yang harus segera di susun, salah satunya memberiku jawaban bahwa manusia itu antar sesama saling menyengat. Aku kembali teringat dengan perkataan ular, kami menyengat dan menggigit makhluk selain jenis kami, sedangkan manusia menggigit dan menyengat kaumnya sendiri. Kemudian aku melihat perilaku singa yang tidak pernah memangsa hewan lain kecuali sekedar untuk bertahan hidup. Aku mencari dan melihat bahwa tidak ada binatang pemangsa yang tamak kecuali manusia yang bahkan memangsa saudaranya sendiri.

Puzzle selanjutnya yang harus aku selesaikan ialah berkata kepada penghuni tanah air “ kalian wahai penghuni tanah air, kalian para masyarakat lebih mencintai binatang ternak dibandingkan suadara kalian, mencaci pemerintah lebih buruk dari penghinaanmu terhadap ternak yang terkena tha’un. Kalian wahai pemerintah, lebih mencintai orang asing di bandingkan keluargamu sendiri, engkau berlaku zalim kepada mereka lebih sadis daripada kepada hewan sembelihanmu. Dan esensi yang di dapat ialah kalian saling membenci, saling mencaci. Kenapa kita tidak saling bermuhasabah, kalian masyarakat berdoa dan memperbaiki diri supaya muncul dari kalian seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Engkau wahai pemerintah kenapa tidak berlaku adil, tidak kah engkau takut akan hari pembalasan atas ketidak-adilanmu. Tidaklah engkau ingat kalau tanah air ini berkah karena baiknya perawatan nenek moyang kita, kenapa harus kita rusak dengan tangan kotor kita, cucilah tanganmu dan bermuhasabahlah.

Hikmah, Puzzle, Puzzle Game, Puzzle Games, Puzzle Block, Jigsaw Puzzle, Puzzle Zigzag, Puzzle Word, Puzzle Bobble, Puzzle Online, Puzzle Pets,
Google image

  

Kisah Rasulullah: 12 Dirham Keberkahannya Melebihi 12 Dirham

Seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Membawakan uang sebesar 12 dirham, pada saat itu baju Rasulullah sudah usang. Rasulullah Saw berkata kepada sayyidina Ali as. : 

"wahai Ali, belanjakanlah dengan uang ini sepotong baju untukku."

Sayyina Ali radhiyallah anhu menceritakan : "aku mendatangi pasar dan membelikan sebuah baju dengan harga 12 dirham dan menyerahkannya kepada Rasulullah, sesaat Rasulullah memperhatikan baju tersebut dan berkata : "wahai Ali, bukan seperti ini yang aku sukai, apakah penjual itu mau kalau saja kita kembalikan baju ini..?"

Ali menjawab : "aku tidak tahu wahai Rasulullah"

Rasul berkata : "temui dia"

"aku mendatangi penjual baju tadi dan mengatakan kepadanya bahwa Rasulullah tidak menyukainya, beliau menginginkan baju yang lebih murah harganya, apakah engkau mau mengembalikan uang kami ?, dia mengembalikan uang kepadaku. 



Kemudian aku membawakan uang 12 dirham tersebut kepada Rasulullah, serta merta beliau berangkat bersamaku kepasar untuk membeli baju, pada saat berjalan beliau melihat ada seorang budak perempuan sedang menangis duduk di pinggir jalan, Rasulullah bertanya kepadanya : "apa yang membuat engkau menangis ?"

"wahai Rasululullah...keluargaku memberikanku uang 4 dirham untuk membelikan keperluan buat mereka, dan sekarang uangnya hilang, aku tidak berani pulang..." jawab budak tersebut.

Rasulullah memberikan budak tersebut 4 dirham seraya berkata:"pulanglah ke keluargamu !"

Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan beliau kepasar dan membeli baju baru dengan harga 4 dirham dan memakainya kemudian mengatakan “Alhamdulillah”.

Ketika Rasulullah keluar dari pasar beliau melihat seorang laki-laki yang tidak memiliki baju berkata : "barangsiapa yang memakaikan aku baju, semoga Allah memakaikannya baju dari surga."

Rasulullah melepaskan baju yang baru beliau beli tadi dan memberikan kepada orang telanjang tersebut. Kemudian beliau kembali kepasar dan membeli baju lain dengan uang yang tersisa 4 dirham kemudian memakainya dan bertahmid. 

Ketika Rasulullah hendak menuju rumah, beliau melihat budak tadi masih duduk menangis di pinggir jalan Rasulullah bertanya : 

"kenapa engkau belum kembali kepada keluargamu..?"

"aku telah membuat mereka lama menunggu, aku takut mereka akan memukulku." jawab si budak.

"mari pulang bersamaku dan tunjukkan dimana rumah tuanmu"

Rasulullah mendatangi rumah tuan budak tersebut hingga sampai di depan pintu beliau berkata: "assalamu'alaikum"

Kali pertama tidak ada jawaban, hingga beliau mengulangi, pada kali ketiga terdengarlah jawaban dari dalam rumah : 

"wa'alaikassalam ya Rasulullah warahmatullahi wabarakatuhu"

Rasulullah bertanya kepada mereka : 

"kenapa kalian tidak menjawab salamku pada kali pertama dan kedua..?"

"wahai Rasulullah, kami mendengar salam darimu dan kami suka mendengar suaramu, karena itu kami ingin engkau mengulanginya "jawab mereka.

Rasulullah Saw berkata : "budak ini telah membuat kalian lama menunggu, janganlah kalian menghukumnya"

Mereka berkata : "kumerdekakan dia  wahai Rasulullah atas kedatangan dirimu bersamanya.."

Rasulullah berkata : "aku belum pernah melihat uang 12 dirham yang keberkahannya lebih besar dari 12 dirham ini, memakaikan pada dua orang baju, dan memerdekakan seorang budak."

Dari kebersamaan kita tadi bersama Sayyidina wa maulana Muhammad Shallahu 'alaihi wa sallam, memberikan kita ilham bahwa Rasulullah bukanlah tidak menyukai akan baju yang pertama hanya karena harganya, akan tetapi beliau ingin mencontohkan kepada kita bagaimana menjadi pribadi perfeksionis, mengajarkan kita cara hidup yang sempurna di iringi dengan penuh keistimewaan dan keberkahan. Bukanlah sebuah keharusan memakai sesuatu yang bernilai tinggi, yang menjadi keharusan adalah berakhlak yang baik dan berbudi tinggi. Tidaklah menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu memperhatikan penampakan lahir kita, tapi perhatikanlah tingkah dan laku kita, apakah kita sudah berakhlak mulia...?

Dari sisi lain kisah ini kita bisa melihat bahwa Rasulullah tidak lah memikirkan segala sesuatu hanya untuk mashlahah beliau sendiri, akan tetapi setiap langkah dan perjalanan beliau yang penuh berkah menceritakan kepada kita akan setiap usaha Rasulullah dalam memberikan mamfaat dan kebaikan kepada orang lain.

Dan yang paling penting, "kehidupan Rasulullah selalu berkaitan dangan masyarakat sekitar secara lansung, seperti membantu sesama dalam memenuhi kebutuhan, dan memberikan pertolongan kepada mereka.

Apapun yang beliau lakukan itu tidak akan menjatuhkan beliau dari kedudukan seorang Nabi yang mulia... Karena untuk itu itulah beliau di utus.

Rasulullah Saw bersabda : "sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak."

Wallahu a'lam.

Hikmah, Dinar Dirham, Dinar Dirham Malaysia, Dirham To Dinar, Dinar To Dirham, Dirham To Dinar, Dinar To Dirham, Dinar Dirham Brunei, Dinar Dirham Login, Dinar Dirham Brunei, Dinar Dirham Login, Dinar Dirham Indonesia, Dinar Dirham Indonesia, Dinar Dirham Etps, Dinar Dirham Etps,
Screenshot: Dinar Dirham



Keuntungan pribadi
Dikutip dari kitab Seratus Pancaran Cahaya Dari Kehidupan Baginda Nabi Muhammad SAW.

Belajar Memberi

Teringat kembali ke masa lalu ditahun 2010, ketika pertama kali saya dan kawan-kawan menginjak bumi Kinanah, pada waktu itu kami dijemput oleh BPH (Badan Pengurus Harian) KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh) dan beberapa pengurus lain nya, tidak tahu alasan kenapa mereka mau menjemput kami, entah karena mereka sayang sama kami atau karena memang itu sudah menjadi tugas mereka yang pastinya karena kami berasal dari daerah Aceh, daerah nenek moyang mereka. Rasanya sangat gak munkin mereka mau menjemput orang dari suku Karoai. Akhirnya jawaban di balik semua itu saya ketahui setelah menjadi salah satu dari jajaran pengurus di KMA, bukanlah setiap kegiatan atau aktivitas yang pengurus buat itu sebagai modus pencitraan berharap pujian dan ciuman di kening dari orang-orang di masa mereka menjabat. Akan tetapi tujuan mereka adalah menggabungkan antara budaya orang aceh yang memuliakan tamu dengan ajaran Islam yang menjadikan silaturrahmi sebagai kunci panjang umur.

Setelah beberapa hari menetap di bumi kinanah ini, kami mahasiswa baru mendapat bimbingan tentang kemesiran dan juga pelatihan jurnalistik, bukanlah KMA namanya kalau acaranya tidak terpenuhi dengan makan-makan.  Melihat apa yang pengurus berikan, malu rasanya kalau kita harus berpaling saat mereka membutuhkan bantuan, seperti, turun tangan dalam kepanitiaan, menjadi narasumber dalam sebuah kajian atau acara dan saling mendukung dalam proses berjalannya kegiatan pengurus, karena itu merupakan beban sosial yang sudah kita pikul mulai detik pertama kita memasuki pintu Meuligoe itu.
Rasanya kalau begini bukanlah gayanya orang Aceh…

Pada hakikatnya struktur pengurus di KMA bagaikan struktur Tuha Peut dan Tuha Lapan yang ada di dalam struktur masyarakat kampong  di Aceh. Menjadi salah satu dari orang-orang yang bergerak sebagai organ dalam tubuh  KMA sangat membantu kita ketika kembali ke Aceh kelak, sekurang-kurangnya kita tahu bagaimana bersikap formal di saat ada perkara yang formal dan tidak memformalkan masalah yang seharusnya di bicarakan secara kekeluargaan.

Berbekal dari melihat dan belajar dari KMA kita bisa mengambil banyak mamfaat untuk diri kita dan perkembangan kita kedepan ketika berada di tanah air di masa mendatang. Saat ini status kita sebagai mahasiswa perantau di negeri orang, bagi mereka yang berada di tanah air posisi kita adalah sebagai duta, akan tetapi ketika kita kembali kapada mereka kita malah menjadi duta negeri perantauan kita. Mari kita belajar banyak dari komunitas kecil KMA agar kelak di Aceh kita bisa bertindak dengan wajar dalam masyarakat tanpa harus mengangkat pistol ataupun busur sebagai juru bicara.

Berbicara tentang  memberi pengaruh atau membuat sebuah perubahan di masyarakat, awalnya kita harus membiasakan diri dengan berbuat sesuatu yang kecil walau itu sebuah sandiwara.  Anggap saja saat ini kita sedang melakukan sebuah atraksi di panggung sandiwara, KMA sebagai panggungnya dan seluruh anggota adalah para penonton. Seperti biasa sebuah acara itu tidak terlepas dari seleksi donatur terhadap siapa yang pantas untuk unjuk diri, sudah pasti yang paling bagus perannya dialah yang paling sukses.

Pada saat kita kembali ke Aceh dan mulai berbaur dengan masyarakat kemudian merasa diri paling pantas jadi pemeran utama dalam memimpin sesuatu acara yang sangat sakral, seperti mengetuai sebuah majlis perkumpulan untuk mencari sebuah solusi akan masalah yang sedang masyarakat hadapi, tapi apa yang terjadi malah sebaliknya, kita membuat masalah jadi lebih rumit karena tidak pernah jadi pelakon saat bersandirawa di masa hidup dalam perantauan, atau di sebuah komunitas sehingga kita tidak bisa menilai siapa diri kita, sejauh mana kita harus berbuat dan tindakan apa yang pantas diambil saat terjadi masalah seperti ini. Jika solusi yang di cari sedang kan yang didapat malah permasalahan baru, bisakah kita berkata kepercayaan masyarakat akan berpihak kepada kita, sudah pasti sebaliknya kita akan jadi pengangguran di masyarakat yang awal nya berharap jadi pembaharu sedangkan kenyataannya sebagai perusak.

Di dalam tubuh KMA kita sering menaruh kepercayan besar kepada mereka yang lebih tua karena kita anggap lebih berpengalaman, sedangkan dikampung tidak cukup hanya dengan mengandalkan umur sebagai bukti  bahwa kita berpengalaman, tapi kebijaksaan ataupun ilmu yang menjadi tolak ukur penilaian masyarakat.

Mari memulai membangun sebuah kepercayan masyarakat dengan menjadikan KMA sebagai batu loncatan tempat kita belajar bermasyarakat. KMA yang manyoritas penduduknya adalah kawan dekat yang sudah pasti percaya kepada kita sedangkan untuk mendapat simpati mereka kita harus mengubah kepercayan itu menjadi kekaguman. Ketika kita turun ke masyarakat, cuma minoritas dari mereka yang mengenal kita dan mengerti bagaimana kita, kalaulah tidak kita pupuk pribadi dengan pengalaman maka pastinya kita akan gagal dalam membangun sebuah masyarakat yang baik nantinya.

Mari kita pererat ukhwah, saling belajar, terus menasehati agar nantinya di masyarakat bisa menjadi SDM yang baik, tidak menjadi benalu yang hari-harinya penuh dengan murka dan perkataan yang buruk dari masyarkat terhadap kita. mamfaatkan masyarakat kecil KMA untuk belajar jadi pemimpin atau orang yang bertanggung jawab sehingga tidak bakhil dalam berbuat.

“Cara terbaik menemukan dirimu adalah dengan meleburkan diri dalam pelayanan orang lain.” Begitulah kira-kira cuplikan dari kata sang fuhrer Adolf Hitler.

Bukan kah mengambil sedikit pelajaran lebih baik dari pada tidak sama sekali…?

Waallahu a’lam.

Screen Shot: Anak Membagi eskrim



Sejenak Bersama Rasulullah (Tangga/Carta kehidupan)



Google Image
Rasulullah Saw Ketika hendak bepergian selalu menyalami satu persatu dari keluarga beliau sebagai tanda minta diri, terakhir yang disalaminya adalah Sayyidah Fatimah Zahra' karena dari rumah Fatimah lah safar Rasulullah dimulai. Adapun ketika kembali dari safar Sayyidah Fatimah menjadi orang pertama yang Rasulullah jumpai.
Pada suatu hari Sayyidina Ali r.a. melakukan safar dengan pulang membawa beberapa harta benda (nganimah) dan menyerahkan kepada istrinya Sayyidatina Fatimah. Sayyidah Fatimah membeli dengan harta ghanimah tersebut beberapa gelang dari perak dan memakainya serta sepotong kain dan menggantungkannya sebagai sitar (gorden) diatas pintunya.
Ketika Rasulullah Saw kembali dari safar, seperti biasanya Beliau lansung menjumpai putrinya Sayyidatina Fatimah, bergegas lah Fatimah menyambut kedatangan ayahandanya dengan suka cita penuh kerinduan. Rasulullah melihat kepada Fatimah dan menemukan ditangannya gelang-gelang dari perak, dan sepotong kain tergantung sebagai sitar diatas pintunya, ketika itu Rasulullah tidak berucap apa-apa hanya berdiam saja.
Ketika Rasulullah Saw beranjak pergi dari rumah Fatimah, Fatimah merasa sedih dan menangis seraya berkata :
"Rasulullah tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya kepadaku... !"
Sayyidatina Fatimah melepaskan gelang-gelang dari perak ditangannya dan mencopot sitar yang ada di atas pintunya, kemudian memanggil anaknya Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husen serta memberikan kepada salah satu dari mereka gelang dan pada yang lain kain, kemudian meyuruh mendatangi kakek Mereka mengirimkan salam dari ibunya Sayyidah Fatimah dan menyerahkan gelang serta kain tersebut, dan mengatakan : "kami tidak akan melakukan hal ini lagi ".
Sayyidina Hasan dan Husen mendatangi Rasulullah dengan membawa gelang dan kain sitar dari ibunda mereka Sayyidah Fatimah, Rasulullah mencium kedua cucunya tersebut dan mendudukkan mereka di pangkuan beliau. Kemudian menyuruh tukang tempah perak untuk menhancurkan gelang tersebut dan menjadikannya potongan-potongan perak dan memanggil para Ahli Suffah[1] untuk dibagikan kepada mereka potongan perak tadi. Kemudian memanggil seorang yang tidak memiliki pakain sama sekali dan mengukur sesuai ukuran orang tersebut untuk di jadikan pakaian yang menutupi auratnya.
Kemudian Rasulullah memerintahkan kepada para jama'ah wanita jika mereka dalam Shalat agar tidak mendahulukan jama'ah laki-laki untuk bangun dari sujud ataupun ruku’, karena minimnya kain penutup aurat laki-laki. Sehingga jadilah sunnah mutawatirah akan ketidakbolehan bagi wanita mendahului laki-laki dalam mengangkat kepala ketika ruku’ dan sujud.
Rasulullah bersabda : "rahimallah Fatimah, semoga Allah menggantikan sitar ini dengan sitar surga, dan memakaikan nya perhiasan dari perhiasan surga."
Kalau kita melihat kisah ini hanya dengan menggunakan mata telanjang dan segumpal isi dalam tempurung kepala kita, maka kita akan mengatakan begini : "bukankah setiap orang memiliki hak kebebasan dalam membelanjakan setiap harta yang dia miliki sesuai dengan keinginan dia...? Adapun yang dilakukan Sayyidatina Fatimah tidaklah salah karena itu di bolehkan oleh syariat, dan juga sangat diterima oleh akal sehat.”
Bukan Sayyidatina Fatimah namanya jika harus berbuat sebuah kesalahan, walau beliau tidaklah makshum. Akan tetapi apa yang beliau lakukan, seperti membeli sepotong kain sebagai gorden, dan beberapa gelang dari perak karena itu adalah hal yang sangat biasa. Yang jadi pertanyaannya adalah kenapa Rasulullah tidak menyetujui atas apa yang di lakukan putrinya Fatimah r.a...?
Jawabannya diketahui oleh Sayyidatina Fatimah dengan mengirim gelang dan kain sitar kepada Rasulullah untuk di infakkan kepada yang membutuhkannya.
Dari kisah tadi kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa tidaklah dilarang bagi seseorang untuk membeli perhiasan bagi dirinya dan sesuatu yang bermamfaat lainnya. Akan tetapi dengan sikap dan tindakan beliau mengajarkan kita agar tidak melupakan mereka-mereka yang miskin disekitar kita, para fakir yang bahkan untuk makan saja susah apalagi membeli perhiasan.
Berikutnya jika kita lihat dari pandangan yang lebih mendalam, kita bisa menemukan hikmah lain, yang mana pelajaran ini di tujukan lebih khusus kepada mereka yang mengemban amanah sebagai Khalifah Allah dalam menyampaikan segala bentuk Risalah ilahi, dan berbagai kepentingan Agama. Kenapa bisa dikhususkan demikian..? "Karena mereka adalah pemuka dan pemimpin umat Islam."
Seorang pemimpin atau penghulu yang melihat kepada masyarakatnya dengan mata qudwah dan uswah, mereka akan rela berkorban melebihi dari orang lain, rela hidup sederhana demi kemakmuran masyarkat madani yang di pimpinnya.
Begitulah yang di ajarkan kepada kita oleh sosok pemimpin tangguh, tulen dan efektif baginda Nabi Muhammad Shallahu 'alaihi wasallam tidak ridha ketika melihat putrinya menggantung sepotong kain gorden diatas pintunya dan memakai gelang dari perak ditangan untuk menghias diri di depan suaminya sedangkan para umatnya hidup dalam keadaan fakir bahkan pakaian untuk menutup aurat saja tidak memiliki.
Perjalan kita tadi bersama Rasulullah Shallahu 'alaihi wasallam sangatlah menyentuh dan mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya seorang pemimpin yang adil menjalani kehidupannya, seorang yang hidup dermawan terhadap hartanya, seorang yang punya kedudukan dalam masyarakat terhadap orang sekitar, bahwa bagi mereka agar tidak memikirkan kebutuhan pribadi dibandingkan kebutuhan masyarakat pada umumnya , bagi dia harus saling bahu-membahu, bantu-membantu dalam mewujudkan masyarakat yang makmur dan tentram.
Karena dengan segala sifat qudwah dan uswah hasanah lah derajat manusia akan tinggi. Waallahu'alam.[2]








[1] orang fakir muhajirin yang tidak memiliki rumah dan harta benda
[2]
*Dikutip dari kitab Seratus Pancaran Cahaya Dari Kehidupan Baginda Nabi Muhammad SAW

Sejenak Bersama Rasulullah (Pelajaran Keimanan)


Google Image
Ketika Rasulullah Shallahu alaihi wasallam berada dirumah Ummu Salamah Radhiallahu ‘anha, pada saat Ummu Salamah memasuki kamarnya beliau tidak mendapati Rasulullah disana, beliau mencari di seputaran rumah dan mendapati Rasulullah berada di sudut lain rumah sedang bermunajat kepada Allah dengan terisak seraya berucap :

“ya Allah… kekalkan lah kepadaku setiap kebaikan yang sudah engkau anugerahkan kepadaku dan jangan pernah Engkau mengharamkannya dariku…
ya Allah… janganlah Engkau meninggalkanku dengan segala urusanku, membiarkan diriku hidup tanpa bimbingan dari-Mu…
ya Allah… janganlah Engkau biarkan musuh-musuhku dan para pendengki memperoleh kemenangan atas diriku…
ya Allah… janganlah Engkau membalikkan hatiku kepada kesesatan yang telah engkau buka kepada kebaikan…
ya Allah… jadikanlah diriku senantiasa pada jalan-Mu jalannya para nabi-Mu, dan orang-orang shaleh sebelumku…”
Ummu Salamah tidak ingin mengganggu munajat Rasulullah dan memilih menyimak kata perkata dari doa Rasulullah, setelah mendengar setiap kalimat dari munajat Rasulullah Ummu Salamah menitikkan air mata sebagaimana Rasulullah menangis terisak dalam munajat-nya tadi.
Rasulullah bertanya : “apa gerangan yang membuat dirimu menangis wahai Ummu Salamah…?”

“ya Rasulullah… engkau adalah seorang yang derajatnya sangat tinggi di sisi Allah, dan Allah telah menjamin pengampunan atas setiap dosa mu yang telah berlalu dan yang akan datang, dan engkau berdoa kepada Allah agar selalu menjagamu dan membimbingmu…
selalu menjauhkanmu dari keburukan… senantiasa menganugerahkan kebaikan kepadamu…
bagaimana denganku wahai Rasulullah…? Derajatku  sangat jauh jika di bandingkan dengan engkau… aku hanya manusia biasa yang kapan saja bisa terjerumus kepada dosa…
tidak dengan engkau… karena itu aku menangis wahai Nabi Allah…” jawab Ummu salamah.
Rasulullah berkata : “wahai ummu salamah… tidak ada yang membuatku aman kecuali penjagaan Allah akan diriku… Allah telah menbiarkan Yunus ‘alaihissalam sekejap dalam wewenang dirinya… dan apa yang terjadi kita sudah mengetahuinya “
Dari sejenak kita bersama Rasulullah tadi kita bisa menilai siapa diri kita, dan ternyata kita tidak lebih hanyalah manusia… Manusia seperti apakah kita…?
Manusia yang sering beranggapan dirinya sudah selamat dihari kelak ketika mereka sudah beriman saja, dan yakin surga sudah jadi tempatnya…?
sangaaaaat jauh… dan sangat jauh…
Sungguh sangat menyedihkan jika kita beranggapan demikian, selamat dari api neraka, sedangkan Rasulullah saw. yang sangat agung dan tinggi derajatnya, tindakan dan perkataannya adalah wahyu… Beliau terus menerus bermunajat kepada Allah sang penguasa semesta dengan air mata yang menganak sungai di kedua pipinya, berdoa dengan penuh kerendahan diri meminta agar dirinya selalu berada pada jalan yang lurus, dan cahaya keimanan selalu menerangi hatinya… semua yang Rasulullah lakukan semata hanya ingin mencapai keridhaan dari Allah swt. Yang mana akan membuahkan akhir yang baik. Iman kita dengan iman Rasulullah sangatlah jauh berbeda, kita berada belapis-lapis dibawah kerak bumi sedangkan Rasulullah di tingkat paling tinggi sehingga tiada kata yang sampai kepada tingkatan tersebut.
Sejarah sudah mengabadikan sangat banyak kejadian yang dimana manusia sering menyimpang dari jalan lurus yang dulunya ia adalah seorang yang menjunjung tinggi hakikat keimanan, akan tetapi ketika dia sudah merasa mampu membimbing dirinya mulailah dunia menyeretnya kedalam kesesatan dan menenggelamkannya ke dasar lautan orang-orang yang lalai. Rasulullah mengambil contoh dari sikap beliau tersebut berdasarkan apa yang sejarah rekam, dimana saat Nabi Yunus ‘alaihissalam mengambil jalan keluar atas inisiatif dirinya untuk pergi meninggalkan kaumnya dan apa yang terjadi beliau di telan oleh ikat paus dan mengalami kesusahan padahal beliau hanya sesaat melakukan pekerjaan atas keinginannya tanpa bimbingan dari Allah. Ini adalah panggilan hati, panggilan kesadaran kepada seluruh orang mukmin agar selalu berpangku kepada Allah dan tidak pernah tertipu dengan apa yang terlihat oleh mata, karena syaithan selalu bermain dan memperindah setiap amalan manusia sehingga dia menilai orang lain atau dirinya sudah berhak masuk surga dan nereka sangat jauh darinya…
Kita selaku manusia hendaklah selalu meminta taufik dari Allah walupun iman kita setinggi langit dan jangan terpedaya dengan itu sehingga segala amal kita bukan menjadi pahala akan tetapi maksiat. Nauzdubillah…
Jika saja kita bisa memposisikan diri kita dalam setiap tindakan sebagaimana yang Rasulullah teladankan apalagi dalam masalah keimanan niscaya tempat yang paling pantas bagi kita adalah berada bersama para auliya’ dan orang-orang shaleh. Adakah di antara kita yang imannya melampaui iman Rasulullah…?

Waallahu’alam.
    


Bijak Dalam Berdoa




Google image
Seorang murid bertanya pada sang guru dalam sebuah majlis :
"ya syekh... bukankah doa orang yang terdhalimi itu tidak ada hijab...? kami sering mendengar di khutbah-khutbah
pada hari jum'at dari sebagian khatib mendo'akan kehancuran, mendo'akan kebinasaan, dan mencaci Bashar Assad...! atau presiden-presiden diktator negara lainnya..."
Terlihat dari raut wajah syekh perasaan kecewa saat mendengar pertanyaan tersebut dari muridnya, tapi apalah guna seorang guru jika bukan untuk membimbing muridnya. Beliau berkata :
"wahai anak-anak ku... biarkan mereka dengan apa yang mereka katakan, kamu tidak mampu jika hendak mengubah para khatib itu tapi ubahlah cara kita menyikapi dan memahami makna dari hadist Rasulullah yang bahwa doa orang terdhalimi tidak ada hijab sehingga ketika nantinya kamu jadi khatib kamu tidak demikian ceroboh dalam berkata dan berucap. Bukan kah sebaiknya kita doakan agar Allah memberikan hidayah-Nya kepada mereka sehingga kediktatorannya di gunakan kepada penerapan syariat Allah... mendoakan agar sifat keras dan bengisnya di gunakan untuk merobohkan setiap benteng musuh islam... mendoakan agar sifat tiraninya di gunakan untuk mendapatkan kembali tanah haram kita yang ketiga Al Quds... bijaksanalah dalam bersikap wahai anak-anak ku…”
Bukankah ini lebih baik ketimbang kita mencaci dan melaknat diatas mimbar yang dimana disana berdirinya sang pembawa Risalah Ilahi, yang memangku jabatan utusan Tuhan, memikul beban umat sepanjang zaman, menjadi guru untuk seluruh manusia hitam atau putih warna mereka, sang panglima yang dari lisan-nya menyadarkan pemilik kekaisaran Romawi bahwa mereka tidak akan berdaya jiak berhadapan dengan-nya, sang pemimpin yang di lindungi bukan karena takut akan kekejaman-nya tapi karena dari pembawaannya yang tenang dihiasi seuntai senyum di bibirnya sehingga di cintai oleh shahabat lebih dari mencintai diri sendiri, sang pemimpin yang setiap tetes keringatnya menjadi kasturi umatnya, sang raja yang selalu menjadikan yang kuat pelindung bagi lemah dan lemah selalu mendapatkan haknya. Beliau adalah Muhammad Rasulullah Shallahu alaihi wasallam.... pernahkah kita mendengar dari lisan beliau sebuah kata cacian...? laknat...? kenapa kita yang di berikan nikmat lisan para Nabi (khatib) menyimpang pada apa yang Beliau bawa...? bukankah beliau selalu bertutur kata lembut...? kenapa kita mesti manafsirkan hadist Rasulullah bukan sebagaimana yang beliau inginkan...? bukankah kita para pembawa panji Rasulullah warisan dari para Shahabat-nya...? karena itu ubahlah sikap sombong kita menjadi penolong setidaknya mengangkat tangan dan menengadah kelangit dengan rendah diri dan berkata :
"Ya Allah... berikanlah kepada kami hidayah dan orang-orang yang hidup dengan kami walau berbeda ras dan kulit, berpisah jarak lautan atau daratan, berbeda tingkatan dan derajat, tinggikanlah derajat kami di dunia dan akhirat... tuntunlah pemimpin kami yang telah engkau berikan kepadanya kerajaan-Mu di bumi kepada kebaikan dan integritas yang tinggi, karena Engkau memberikan kekuasaan kepada siapa yang engkau kehendaki dan mencabutnya dari siapa yang Engkau kehendaki... dan janganlah Engkau binasakan kami karena buruknya akhlak orang-orang di sekitar kami... berikanlah hidayah-Mu kepada mereka dan kami... Ya Allah Engkau kuasa atas segalanya… Qudrah-Mu diatas segala qudrah, tidak ada tempat berlindung kecuali dibawah payung-Mu dan payung Nabi-Mu... Jika Engkau tidak melindungi kami sungguh kami berada pada golongan yang merugi... kepada-Mu kami bertawakkal ya Allah Sang Pengasih dan Penyayang di dunia dan Akhirat..."
Lantas adakah alasan lagi bagi kita kecuali sama-sama bermuhasabah dan berdo'a dengan baik-baik...? kadang kita merasa benar padahal hakikatnya salah kemudian mendapat teguran dari teman atau orang sekitar yang dimata kita mereka rendah atau sedikit agamanya sehingga kita enggan untuk bertaubat karena sombong dan angkuh. Dimana posisi kita jika dibandingkan dengan sayyidina Umar ibnu Khattab yang setiap waktu selalu menitikkan air mata hanya karena kekhilafan yang beliau lakukan, padahal khilaf beliau karena Ijtihad yang beliau lakukan dan amal seseorang berdasarkan niatnya, adapun Ijtihad jika salah mendapatkan satu pahala dan jika benar dua pahala ( satu pahala karena melakukan dengan metode yang benar (manhaj islami), dua pahala karena melengkapinya dengan ajaran Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah).
Cukuplah dengan satu hadist ini untuk membuat kita sadar kenapa Islam bisa menaklukkan kakaisaran Roma dan Persia pada masa shahabat Radhiallahu ‘anhum sedangkan kita tidak melakukan apa-apa kecuali saling menghujat yang tiada akhir, jangan menyalahkan orang lain tapi salahkan diri kita yang tidak bisa melakukan apa-apa disaat musuh agama datang dari segala penjuru. Rasulullah bersabar dan melarang malaikat menghancurkan penduduk Thaif saat orang-orangnya melempari beliau dengan batu dan berkata :
"aku berharap semoga Allah memberikan hidayah dan menjadikan dari keturunan mereka orang-orang yang selalu mengingat Allah... ya Allah tunjukkan lah hidayah kepada kaum ku… sesungguhnya mereka dalam keadaan tidak mengetahui..."
Masihkah kita ragu untuk berdoa dengan doa yang baik... Rasulullah berdoa dengan kebaikan kepada ahli thaif yang masa itu masih dalam keadaan kafir... sedangkan sekarang yang kita doakan saudara kita se-Islam... Rasulullah tidaklah di utus kecuali untuk menyempurnakan akhlak…

Mari kita bersikap bijaksana dalam berdo’a dan jangan sia-siakan doa kita dengan keburukan...
Ya Allah hanya ini yang sanggup di jangkau oleh nalar pikiran ku atas perkataan ulama-Mu dan apa yang aku lihat dari pendirian dan keyakinan mereka yang sampai pada penglihatan ku… Bimbinglah kami selalu… Aamieen. Waallahua'lam[1]






[1] Sedikit intisari dari apa yang bisa kita pelajari dari sikap bijak ulama Rabbani Syekh Sa'id Ramadhan Al-buty dalam mengambil dalam menyikapi situasi zaman fitnah, dan atas jawaban syekh Hisyam kamil agar selalu mendo'kan orang dengan kebaikan.

Cinta Atau Cita…?



Google image
“alief maafkan aku, ibuku telah menerima lamaran si Ronald dan pernikahan kami akan dilaksanakan bulan september nanti”. Begitulah bunyi sms yang aku terima dari Tata.
Nama lengkapnya adalah Tata synthia putri sulung dari pak mamduh dan ibuk cut rosniati, teman bermainku waktu kecil hingga kami berumur 12 tahun, kemudian dia pindah ke kota karena tuntutan pekerjaan bapaknya. Setelah 6 tahun berpisah akhirnya kami berjumpa lagi di kairo, kami sama-sama masuk universitas Al Azhar As-Syarief. Pertemuan tak terduga ketika ujian seleksi yang di adakan oleh departemen agama membuat virus merah jambu menyerang setiap software dalam hatiku.
Entah berapa puluh kali sms itu sudah aku baca sejak  masuk ke hp-ku dua hari yang lalu, aku merasa sedang berada dilabirin tak berujung yang membuat pikiranku buntu, apapun terasa malas untuk aku lakukan, belajar yang seharusnya jadi kewajibanku sebagai mahasiswa menjadi terasa sangat berat dilakukan, seolah setiap lembaran buku berubah menjadi lapisan bumi yang tidak mungkin untuk diangkat. Tanganku yang biasa ringan memasak buat sarapan pagi kini menjadi enggan, setiap aktifitasku terhenti hanya karena sebuah sms, tepatnya bukan karena sms tapi karena isi dari sms tersebut yang membuat siapa saja yang menerimanya akan merasa sedang terjadi letusan gunung berapi Pompeii ataupun meteor yang sedang menabrak bumi.
“alief…! kamu itu punya solusi dari masalah ini hanya saja kamu tidak mau berpikir, selama ini selalu ada solusi yang kamu berikan kepada orang lain, kalau memang kepalamu gak bisa di pakai waktu kamu butuh mending benturkan saja di dinding closed sana, siapa tau keluar ide cemerlangmu itu…” ucap farid kesal.
Aku mengerti kenapa kawanku satu itu sampai berkata demikian, maklum saja sejak sms itu kuterima aku bagaikan zombie yang hanya guling-guling ditempat tidur, emosi dia sudah mencapai  derajat ke-seratus bagaimana tidak setiap omelannya hanya kutanggapi dengan kata “iya fariid”, tapi kali ini aku memilih diam dan mulai berpikir mencari solusi serta me-restart kembali kegiatanku. Aku memilih membalas pesan singkat dari Tata berharap bisa berjumpa serta berbicara empat.
“tata… kapan kita bisa jumpa..?” ku tekan tombol sent berharap dimensi waktu mengirimnya degan kecepatan cahaya.
Dehhht… Dehhht…Dehhht… terdengar getar hpku yang dari sejam lalu aku pelototin menunggu balasan dari Tata.
“bagaimana kalau hari sabtu setelah shalat asar di hadiqah dauliyah, karena kalau hari lain kawan ana si hafni gak bisa nemanin…?”

“oke… insyaallah ana tunggu hari minggu habis shalat ashar di hadiqah daulyah.” Balasku.
Aku mengitari pandangan ku kesetiap sudut yang bisa aku jangkau, berharap sosok Tata sudah muncul walau masih jam 03:00pm sedangkan ashar setengah jam lagi. Aku sengaja datang lebih cepat tiga puluh menit karena tidak mau hanya karena keterlambatan harapan cintaku hilang selamanya. Harapanku akan kedatangan tata lebih cepat tidaklah sa-sia, tapi dia sengaja tidak menyapa karena memang janji kami habis ashar, aku juga bersikap cuek agar adegan air mata kami tersimpan hingga nanti habis ashar.
“alief… kamu mau ngomong apa ajak kita jumpa…?” tata memulai pembicaran.

“ta… kamu sudah tau kan jawabannya, aku ajak kesini mau mastiin sms kamu kemarin, itu serius ta..?” jawabku balik bertanya.
“alief… sms itu serius dan ana gak pernah bercanda masalah ini, bisa apa ana, bantah ortu…? Ana gak bisa menolak permintaan mereka kali ini, mereka ingin ana cepat nikah.”
“tapi ta… bagaimana dengan perasaan kita, apa kamu bahagia dengan dia sedangkan kamu tidak mencintainya…?”
“alief… munkin kita harus melupakan kisah kita dan mengubur rasa cinta haram kita itu, coba pandang dirimu..! bahkan kuliah aja belum selesai, umur kita juga sebaya lief..!”
“kan ntik insyaallah bulan agustus kuliah ana juga dah selesai …!”
“alief… ana juga sedih, ana sayang dan cinta ma dirimu, tapi cinta kita itu akan tergantikan dengan cinta pasangan kita lief, cinta kita kepada mereka karena Allah jadi gak ada alasan gak bahagia sebab Allah pemberi bahagia, lagian ana rasa si Ronald juga anak yang yang shaleh,rajin ibadah, agamanya juga bagus walau dia bukan lulusan sekolah agama dan aku yakin dengan pilihan orang tuaku dan insyaallah aku akan bahagia, Alief… kita juga lahir di masa yang sama jadi kita perlu kepada yang lebih berpengalaman dari kita, kita sama-sama move on ya…”
“insyaallah… ana ngerti … semoga tata bahagia nantinya… amien…” “oe ya ta… usahakan jangan hubungi ana lewat mana pun ya hingga hari akad-nikah, agar hati kita bisa tenang karena kita sudah sama-sama memutuskan untuk menutup hati dan focus belajar, ana mau lulus tahun ni...” Aku mengakhiri pertemuan itu dengan menahan air mata agar tidak tumpah. Aku tahu dia juga demikian tampak dari dua bola matanya yang mulai basah.
“ta… kalau begitu ana pamit dulu… Assalamu’alaikum..”.

Aku berlalu tanpa menunggu jawaban salam darinya, aku gak tau kenapa saat itu merasa sangat muak melihatnya, walau dalam hati sangat mencintainya tapi kenyataan yang membuatku harus bersikap demikian agar syaithan tidak menjadikan celah dalam saluran hatiku sebagai jalan untuk menjerumuskanku kepada kemaksiatan.  Di sudut lain kota kairo seorang gadis juga sedang melawan hatinya, melawan naluri nafsu cintanya demi menjalankan cinta yang diridhai Agama, mencintai karena Allah dan mematuhi perintah ibu bapak.
Kini genap sudah seminggu masa berkabungku, aku harus ,mengubah niat belajarku dari mengejar cinta kepada mengejar cita dan air mata bahagia kedua orangtua ku, biarkan kisah cintaku gagal asal tidak cita-citaku, biarlah airmata kesedihanku menganak sungai asal akan berbuah airmata kebanggaan kedua orangtuaku. Kini aku putuskan untuk move on dari perasaan menuju tindakan. Aku selalu menjadikan note dibawah ini sebagai pengingat agar bisa mengontrol sepak terjang processor tubuhku dan berharap cinta yang akan datang bukanlah cinta salah sehingga tidak perlu terjadinya adegan air mata.

“belajarlah mencintai untuk melepaskan, bukan untuk memiliki, mencintai yang dimiliki, hidup itu lebih luas dari hanya sekedar di isi oleh cinta, sekeping hati itu itu lebih luas dari galaxy manapun sehingga sangat rugi jika hanya engkau isi dengan cinta.”

Sejenak Bersama Rasulullah (Hidup Istimewa Penuh Berkah)




Google Image
Seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Membawakan uang sebesar 12 dirham, pada saat itu baju Rasulullah sudah usang. Rasulullah Saw berkata kepada sayyidina Ali as. : 
"wahai Ali, belanjakanlah dengan uang ini sepotong baju untukku."
Sayyina Ali radhiyallah anhu menceritakan : "aku mendatangi pasar dan membelikan sebuah baju dengan harga 12 dirham dan menyerahkannya kepada Rasulullah, sesaat Rasulullah memperhatikan baju tersebut dan berkata : "wahai Ali, bukan seperti ini yang aku sukai, apakah penjual itu mau kalau saja kita kembalikan baju ini..?"
Ali menjawab : "aku tidak tahu wahai Rasulullah"
Rasul berkata : "temui dia"
"aku mendatangi penjual baju tadi dan mengatakan kepadanya bahwa Rasulullah tidak menyukainya, beliau menginginkan baju yang lebih murah harganya, apakah engkau mau mengembalikan uang kami ?, dia mengembalikan uang kepadaku. Kemudian aku membawakan uang 12 dirham tersebut kepada Rasulullah, serta merta beliau berangkat bersamaku kepasar untuk membeli baju, pada saat berjalan beliau melihat ada seorang budak perempuan sedang menangis duduk di pinggir jalan, Rasulullah bertanya kepadanya : "apa yang membuat engkau menangis ?"
"wahai Rasululullah...keluargaku memberikanku uang 4 dirham untuk membelikan keperluan buat mereka, dan sekarang uangnya hilang, aku tidak berani pulang..." jawab budak tersebut.
Rasulullah memberikan budak tersebut 4 dirham seraya berkata : "pulanglah ke keluargamu !"
Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan beliau kepasar dan membeli baju baru dengan harga 4 dirham dan memakainya kemudian mengatakan “Alhamdulillah”.
Ketika Rasulullah keluar dari pasar beliau melihat seorang laki-laki yang tidak memiliki baju berkata : "barangsiapa yang memakaikan aku baju, semoga Allah memakaikannya baju dari surga." 
Rasulullah melepaskan baju yang baru beliau beli tadi dan memberikan kepada orang telanjang tersebut. Kemudian beliau kembali kepasar dan membeli baju lain dengan uang yang tersisa 4 dirham kemudian memakainya dan bertahmid. 
Ketika Rasulullah hendak menuju rumah, beliau melihat budak tadi masih duduk menangis di pinggir jalan Rasulullah bertanya : 
"kenapa engkau belum kembali kepada keluargamu..?"
"aku telah membuat mereka lama menunggu, aku takut mereka akan memukulku." jawab si budak.
"mari pulang bersamaku dan tunjukkan dimana rumah tuanmu"
Rasulullah mendatangi rumah tuan budak tersebut hingga sampai di depan pintu beliau berkata: "assalamu'alaikum"
Kali pertama tidak ada jawaban, hingga beliau mengulangi, pada kali ketiga terdengarlah jawaban dari dalam rumah : 
"wa'alaikassalam ya Rasulullah warahmatullahi wabarakatuhu"
Rasulullah bertanya kepada mereka : 
"kenapa kalian tidak menjawab salamku pada kali pertama dan kedua..?"
"wahai Rasulullah, kami mendengar salam darimu dan kami suka mendengar suaramu, karena itu kami ingin engkau mengulanginya "jawab mereka.
Rasulullah Saw berkata : "budak ini telah membuat kalian lama menunggu, janganlah kalian menghukumnya"
Mereka berkata : "kumerdekakan dia  wahai Rasulullah atas kedatangan dirimu bersamanya.."
Rasulullah berkata : "aku belum pernah melihat uang 12 dirham yang keberkahannya lebih besar dari 12 dirham ini, memakaikan pada dua orang baju, dan memerdekakan seorang budak."
Dari kebersamaan kita tadi bersama Sayyidina wa maulana Muhammad Shallahu 'alaihi wa sallam, memberikan kita ilham bahwa Rasulullah bukanlah tidak menyukai akan baju yang pertama hanya karena harganya, akan tetapi beliau ingin mencontohkan kepada kita bagaimana menjadi pribadi perfeksionis, mengajarkan kita cara hidup yang sempurna di iringi dengan penuh keistimewaan dan keberkahan. Bukanlah sebuah keharusan memakai sesuatu yang bernilai tinggi, yang menjadi keharusan adalah berakhlak yang baik dan berbudi tinggi. Tidaklah menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu memperhatikan penampakan lahir kita, tapi perhatikanlah tingkah dan laku kita, apakah kita sudah berakhlak mulia...?
Dari sisi lain kisah ini kita bisa melihat bahwa Rasulullah tidak lah memikirkan segala sesuatu hanya untuk mashlahah[1] beliau sendiri, akan tetapi setiap langkah dan perjalanan beliau yang penuh berkah menceritakan kepada kita akan setiap usaha Rasulullah dalam memberikan mamfaat dan kebaikan kepada orang lain.
Dan yang paling penting, "kehidupan Rasulullah selalu berkaitan dangan masyarakat sekitar secara lansung, seperti membantu sesama dalam memenuhi kebutuhan, dan memberikan pertolongan kepada mereka.
Apapun yang beliau lakukan itu tidak akan menjatuhkan beliau dari kedudukan seorang Nabi yang mulia... Karena untuk itu itulah beliau di utus.
Rasulullah Saw bersabda : "sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak."
Wallahu a'lam.[2]





[1] Keuntungan pribadi
[2] Dikutip dari kitab Seratus Pancaran Cahaya Dari Kehidupan Baginda Nabi Muhammad SAW.